Siapa sih yang nggak kenal Pura Ulun Danu Beratan? Siluetnya yang anggun di tepi danau dengan latar perbukitan hijau Bedugul, Bali, sering banget wara-wiri di kartu pos, kalender, sampai jadi salah satu ikon pariwisata Indonesia. Tapi, di balik pesonanya itu, tersimpan cerita panjang dan menarik yang membentuk keberadaannya hingga kini.
Yuk, Balipedia ajak kamu selami bareng-bareng sejarah Pura Ulun Danu Beratan, dari legenda kuno hingga menjadi pusat spiritual yang penting hingga sekarang. Kami kutip dari Papan informasi sejarah di Daya Tarik Wisata (DTW) Ulun Danu Beratan, Candi Kuning Tabanan – Bali.

Awal Mula Sejarah Pura Ulun Danu Beratan (Legenda)
Ini dia asal mula cerita rakyat atau legenda dari Sejarah Pura Ulun Danu Beratan yang berada di Bedugul Bali. Jauh sebelum hiruk pikuk modernitas menyentuh Bedugul, alkisah ada sekelompok masyarakat yang hidup berpindah-pindah. Suatu hari, mereka menemukan sebuah dataran yang sangat luas dan subur, sebuah anugerah yang ternyata merupakan bekas letusan gunung purba. Terpesona oleh kesuburannya, mereka pun memutuskan untuk menetap dan membangun kehidupan baru di sana.
Mereka mulai mengolah tanah tersebut dengan penuh semangat. Saat musim hujan tiba, hamparan sawah dan ladang palawija pun menghijau, menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Tanah di kawasan ini benar-benar sebuah berkah, memberikan hasil yang melimpah untuk kebutuhan sehari-hari.
Beberapa bulan berselang, tanaman mereka tumbuh subur dan siap untuk dipanen. Luasnya ladang membuat mereka harus bergotong-royong. Para ibu dengan cekatan memanen padi, sementara para pria mengangkut hasil panen ke lumbung. Tradisi ini terus berlanjut, menandai harmoni antara manusia dan alam.

Panen Tak Berkesudahan
Namun, sebuah keajaiban terjadi dan membuat mereka semua terheran-heran. Mereka memulai panen dari sisi selatan ladang, bergerak ke utara. Anehnya, setelah selesai memanen di bagian utara, padi di bagian selatan yang telah dipanen sebelumnya sudah tumbuh lagi dan siap dipanen kembali! Hasil panen mereka seolah tak ada habisnya, melimpah ruah melebihi bayangan.
Fenomena ini tentu saja membuat mereka kewalahan. Bagaimana tidak, padi yang mereka panen seolah tak pernah habis, terus tumbuh dan tumbuh lagi. Tenaga terkuras, namun lumbung terus terisi.
Lahirnya Sebuah Danau
Di tengah kelelahan memanen yang tak kunjung usai, mereka beristirahat. Sambil bercanda gurau, mereka memiliki kebiasaan menancapkan gelanggang (batang padi sisa panen) ke tanah. Mungkin karena saking lelahnya, ada yang berkelakar kalau Tuhan sedang mempermainkan mereka dengan panen tanpa henti ini, sambil mengeluh tentang rasa capai yang luar biasa.
Siapa sangka, candaan dan tindakan iseng itu membawa dampak besar. Salah satu gelanggang padi yang mereka tancapkan ternyata tepat mengenai mata air di dalam tanah. Awalnya mungkin hanya rembesan kecil, namun hari demi hari, air yang keluar dari titik itu semakin membesar. Tak terelakkan lagi, air bah mulai menggenangi ladang mereka.
Perlahan tapi pasti, seluruh ladang yang subur itu tenggelam, berubah menjadi sebuah danau yang luas. Mereka terpaksa harus meninggalkan tempat tinggal mereka sekali lagi, mencari lahan baru, dan bergerak menuju arah utara. Ladang ajaib itu kini telah menjadi danu – sebuah danau besar yang kita kenal sekarang sebagai Danau Beratan.
Lahirnya Pura Ulun Danu Beratan
Bertahun-tahun kemudian, di era kerajaan di Bali, seorang raja yang bijaksana sedang melakukan meditasi di sekitar Gunung Mangu, sebuah gunung yang menjulang di atas danau yang baru terbentuk itu. Dalam keheningan meditasinya, sang raja mendapatkan sebuah penglihatan: seberkas cahaya kuning keemasan memancar dari tepi danau.
Terinspirasi oleh visi ilahi tersebut, sang raja segera memerintahkan patih dan beberapa rakyatnya untuk membangun sebuah pura di lokasi cahaya tersebut. Pembangunan pura ini adalah wujud rasa syukur sang raja kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala anugerah dan petunjuk-Nya.
Pura inilah yang kemudian dikenal hingga saat ini sebagai Pura Ulun Danu Beratan. “Ulun Danu” sendiri berarti “penguasa danau” atau “kepala danau”, yang menyiratkan fungsi pentingnya sebagai penjaga kesuburan dan sumber air. Pura ini didedikasikan untuk memuja Dewi Danu, manifestasi Tuhan sebagai Dewi Kemakmuran, Kesuburan, dan Penguasa Air.
Uniknya, di sebelah selatan kompleks pura, tumbuh rumpun bambu kuning keramat. Masyarakat setempat percaya bahwa bambu kuning ini adalah jelmaan dari gelanggang padi yang dulu ditancapkan oleh para leluhur, menjadi saksi bisu asal-usul terbentuknya danau dan pura ini.
Pura Ulun Danu Beratan Kini
Hingga hari ini, Pura Ulun Danu Beratan bukan hanya menjadi destinasi wisata yang memukau, tetapi juga memegang peranan penting dalam kehidupan spiritual masyarakat Bali, khususnya bagi para petani. Sebagai Pura Kahyangan Jagat, pura ini menjadi tempat pemujaan bagi umat Hindu dari seluruh Bali untuk memohon kesuburan, kemakmuran, dan keseimbangan alam.
Keberadaannya yang seolah mengapung di atas air danau, dikelilingi kabut tipis dan udara sejuk pegunungan, menciptakan suasana magis dan damai. Setiap sudutnya menceritakan kisah panjang tentang hubungan manusia dengan alam, tentang rasa syukur, dan tentang keagungan Sang Pencipta.
Jadi, saat Anda berkunjung ke Pura Ulun Danu Beratan, ingatlah bahwa Anda tidak hanya menyaksikan keindahan arsitektur dan alam, tetapi juga menapaki jejak sejarah dan legenda yang kaya akan makna. Sebuah perjalanan dari ladang ajaib, menjadi danau sakral, hingga pura yang megah sebagai penjaga harmoni.

Kesimpulan
Sejarah Pura Ulun Danu Beratan yang berada di Bedugul bermula dari legenda menarik tentang ladang padi ajaib yang berubah menjadi danau akibat ketidaksengajaan. Kisah ini berlanjut dengan visi seorang raja yang mendirikan pura ini, menjadikannya pusat spiritual yang penuh makna. Pura ini didedikasikan untuk memuja Dewi Danu, dewi kesuburan dan kemakmuran, yang memiliki peran penting dalam menjaga siklus air dan kesuburan tanah bagi para petani Bali.
Salah satu cerita yang menambah pesona Sejarah Pura Ulun Danu Beratan adalah legenda bambu kuning keramat. Konon, bambu ini tumbuh dari gelanggang padi yang ditanam leluhur, menghadirkan aura magis yang masih terasa hingga kini. Pura ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol penghormatan terhadap air sebagai sumber kehidupan, yang tercermin dalam setiap detail arsitekturnya.
Dengan keindahan alam dan nilai budaya yang mendalam, Pura Ulun Danu Beratan mengundang wisatawan untuk menyelami kekayaan spiritual dan sejarah Bali. Destinasi ini bukan hanya tentang keindahan visual, tetapi juga tentang memahami keseimbangan antara manusia dan alam. Jadi, kapan Anda akan mengunjungi danau Beratan untuk merasakan langsung pesona Pura Ulun Danu ini?
Yuk, maksimalkan waktu saat liburan, apalagi setelah selesai lihat dolphin Lovina, sangat cocok mampir dulu di Bali Farm House terus ke Bedugul.

FAQ
Pura Ulun Danu Beratan adalah salah satu pura suci dan penting bagi umat Hindu di Bali. Terletak di tepi Danau Beratan, Bedugul, pura ini merupakan tempat pemujaan utama untuk Dewi Danu, yang dikenal sebagai dewi penguasa danau, kesuburan, dan kemakmuran.
Pura ini berlokasi di kawasan wisata Bedugul, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali, Indonesia. Letaknya yang strategis di tepi Danau Beratan membuatnya memiliki pemandangan yang sangat ikonik.
Dewi Danu adalah manifestasi Tuhan dalam kepercayaan Hindu Bali, khususnya sebagai Ida Bhatari Dewi Ulun Danu Beratan. Beliau adalah dewi yang menguasai danau, air, kesuburan lahan pertanian, dan kemakmuran bagi masyarakat.
Menurut legenda, Danau Beratan terbentuk dari sebuah ladang yang sangat subur dengan hasil panen yang tak pernah habis. Karena kelelahan dan sebuah tindakan tak sengaja menancapkan gelanggang padi yang mengenai sumber mata air, ladang tersebut akhirnya tenggelam menjadi danau. Bertahun-tahun kemudian, seorang raja mendapat visi untuk membangun pura di tepi danau tersebut sebagai ungkapan syukur, yang kini dikenal sebagai Pura Ulun Danu Beratan.
Pura ini dianggap sebagai Pura Kahyangan Jagat (pura universal) dan menjadi pusat irigasi subak di Bali Tengah dan Selatan. Sebagai sumber utama air dan pemujaan Dewi Kesuburan, pura ini vital bagi keberlangsungan pertanian dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pura ini juga merupakan warisan budaya dan sejarah yang penting.
“Ulun Danu” secara harfiah berarti “kepala danau” atau “penguasa danau”. Nama ini mencerminkan fungsi dan lokasi pura yang berada di hulu atau sumber danau, serta perannya sebagai penjaga dan pengatur kesuburan yang berasal dari danau.
Ya, rumpun bambu kuning keramat yang tumbuh di sebelah selatan pura dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai jelmaan dari gelanggang (batang padi) yang ditancapkan oleh para leluhur di masa lampau, yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya Danau Beratan.
Pagi hari (sekitar pukul 08.00 – 10.00 WITA) seringkali menjadi waktu terbaik karena udara masih segar, suasana lebih tenang, dan seringkali muncul kabut tipis yang menambah kesan magis pada danau dan pura. Namun, sore hari menjelang matahari terbenam juga menawarkan pemandangan yang indah.